Senin, 12 September 2011

Bisakah Kita Percaya Pada Keabadian?



Bisakah Kita Percaya Pada Keabadian?


Printer-friendly versionSend to friend
Kata kekal artinya diluar dari kemungkinan mati. Itu artinya apa yang abadi tidak bisa mati. Sejarah menunjukan bahwa setiap manusia memiliki pemikiran ada kehidupan setelah kematian. Hanya beberapa yang berani percaya bahwa kematian mengakhiri semuanya dan melalui kematian tubuh terdapat kematian roh dan jiwa manusia. Tapi Tuhan berbelas kasihanlah pada kita jiwa kubur adalah akhir segalanya! “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia” (1 Corinthians 15:19). Dan hanya ada kepedihan dan putus asa dalam perkataan orang agnostik:
There is one steady star; and dim from afar,
Comes the solace that dies in its gleam;
There’s the coffin nail’s rust; the brain in white dust;
And the sleeping that knows no dream.
Lagu orang tidak percaya ini berkata bahwa ada “tidur yang tidak ada mimpi” Sebaliknya, Paulus berkata: “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia” (2 Corinthians 5:1).

Saksi Masa Lalu

Dimanapun kematian menghampiri ada kesadaran akan kepastian keabadian. Jiwa abadi orang suci dan pembunuh menyerukan harapan yang sama tentang hidup setelah kematian. Pikiran kematian ada selamanya jarang muncul dalam pikiran manusia.
Mesir, tempat belajar seni dan ilmu dunia, memiliki keyakinan kuat tentang keabadian. Professor Salmond dalam “Doctrine of Immortality” berkata bahwa orang Mesir punya reputasi menjadi orang pertama yang mengajarkan doctrine of immortality. Sering sekali peti jenasah disebut “perkakas kehidupan.” Seni balsam Mesir muncul dari kepercayaan mereka tentang keabadian. Pengertian mereka akan hidup sesudah kematian memunculkan ide pyramid, salah satu keajaiban dunia. Monumen ini dibangun karena kepercayaan jiwa kembali ketubuh dan membutuhkan tempat abadi. Jadi pyramid besar dan mumi Mesir mengatakan pada kita kepercayaan akan jiwa yang tidak mati.
Orang Afrika percaya ada kehidupan setelah kematian. Kita diberitahu bahwa stri yang meninggal kuburnya diletakan disebelah tempat tinggal agar mereka tetap bersama dalam dunia “melihat roh yang pergi.” Madison C. Peters mengutip cerita David Livingstone tentang kepercayaan Chinsunse tua: “Kita hidup hanya beberapa hari disini, tapi kita hidup kembali setelah kematian; kita tidak tahu dimana, atau dengan kondisi apa, atau siapa yang menemani, karena yang mati tidak kembali untuk mengatakan pada kita. Kadang yang mati kembali dan muncul dalam mimpi kita; tapi mereka tidak bicara, atau mengatakan kemana mereka pergi, ataua bagaimana keadaan mereka.” Kita baru mendengar kesaksian misionaris yang kembali dari ladang, tentang kepercayaan Afrika setelah kematian.
Dalam kebuasannya, Indian di Utara Amerika, punya pemikiran tentang hidup sesudah kematian. Dalam suku Asiatik kepercayaan itu bisa sampai pada kremasi tubuh, api tuhan mengambil yang mati kepada allah didunia lain. Kadang binatang dikorbankan dalam api untuk mendahului mayat ketanah kemudian. Sebagian Indian Amerika Utara, percaya bahwa mereka menyediakan kepergian kepala suku dengan peralatan yang diperlukan dimana Roh Agung hidup, mengubur orang mati dengan busur dan panah serta kano. Indian memiliki beragam kebiasaan untuk menunjukan kepercayaan mereka tentang kehidupan setelah kematian. Saat gadis Indian Seneca mati, burung muda dipenjara sampai bisa menyanyi. Itu memberi pesan kasih sayang padanya.
Melalui 6 milenium sejarah manusia, kita melihat keabadian sebagai suatu realita. Secara umum dipercaya, ini merupakan hal yang tidak bisa dirusak dari semua intuisi. Kita setuju dengan Dr. Lockyer : “tanpa keraguan, meneguhkan bahwa kepercayaan adanya kehidupan setelah kematian datang dari wahyu manusia pertama melalui Penciptanya, dan menjelajah diseluruh masa. Harapan keabadian, berdiam dalam dada orang liar maupun suci, ditanamkan disana oleh Dia yang tidak berawal dan berakhir.”

Saksi Alkitab

Saat kita mencari subjek kekekalan dalam Alkitab, penting untuk diingat beberapa fakta penting tentang subjek ini. Didalam Alkitab tidak ditemukan “keabadian jiwa” Kita tidak mengajarkan bahwa Alkitab mengajar tentang penghilangan jiwa saat kematian. Pemikiran keberadaan jiwa yang abadi benar, tapi bahasa Alkitab tidak menunjuk pada “keabadian jiwa” Firman Tuhan menganggap keberadaan kekal setiap jiwa bergantung pada tujuannya. Setiap jiwa manusia kekal dan tidak hilang. Yesus berkata “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka” (Matthew 10:28). Mereka yang mengajarkan “jiwa tertidur” membuat kita percaya kalau pengajaran itu Alkitabiah, tapi sebenarnya mereka salah tafsir. Manusia bisa membunuh tubuh, tapi hanya itu. Hanya Tuhan yang bisa membunuh Tubuh dan jiwa dan menghukumnya.

Tiga Macam Kematian

Kita membacar: “Jiwa yang berdosa, harus mati” (Ezekiel 18:4), tapi dalam Alkitab tidak ada petunjuk jiwa yang mati berarti hilang, atau tidak sadar. Alkitab mengajar bahwa ada 3 macam kematian dan perbedaannya jelas. Pertaman, kematian fisik, atau keterpisahan jiwa dari tubuh. Ini kematian tubuh yang ditunjukan dalam Hebrews 9:27, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja.” Kedua, Alkitab mengajarkan ada kematian rohani. Ini memisahkan jiwa dari Tuhan, kondisi orang belum percaya dimana Paulus berkata kalau mereka semua “mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu” (Ephesians 2:1), dan “jauh dari hidup persekutuan dengan Allah” (Ephesians 4:18). Ketiga, ada kematian kekal atau terpisah selamanya dari Tuhan. Semua yang menderita kematian kekal ada dalam keadaan sadar, tapi “akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya” (2 Thessalonians 1:9), mereka “akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Revelation 21:8).

Abadi Menjadi Fana

Kata “abadi” dan “keabadian” digunakan dalam Alkitab untuk menunjuk pada manusia aplikasinya pada tubuh. Tubuh merupakan tempat pertama, saat dia menciptakannya, tubuh abadi diciptakan untuk ada selamanya. Tuhan telah memperingatkan Adam dan hawa jangan memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat, dengan berkata: “pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Genesis 2:17). Mereka tidak taat, dan kematian mulai bekerja dalam tubuh. Keabadian menjadi fana. Paulus berkata: “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut” (Romans 5:12). Demikian juga kata penulis Ibrani, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja” (Hebrews 9:27). Dan kita juga membaca dalam I Corinthians, “semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam” (1 Corinthians 15:22). Semua ras manusia dari Adam, diputuskan mati. Kematian merupakan kutukan atas ras kita sebagai hasil dari dosa dan merupakan fakta sejarah dunia yang paling menyedihkan. Tubuh manusia tidak lagi memiliki keabadian, tapi fana –bisa mati.

Keselamatan dari Kematian

Tujuan kedatangan Tuhan Yesus Kristus adalah menawarkan keselamatan bagi ras yang sudah jatuh. Tidak ada manusia yang bisa melakukannya. Kematian menghentikan hidup. Satu-satunya cara manusia bisa lolos dari hukuman mati adalah melalui “kedatangan Tuhan yesus . . . satu-satunya yang tidak takluk kepada maut” (1 Timothy 6:14, 16). Jiwa manusia, walau memiliki keabadian, turun secara moral. Setelah kematian, tubuh menjadi rusak, dan rohnya kehilangan persekutuan dengan Tuhan. Tapi kebenaran diberikan pada kita melalui Paulus. Dia berkata: “kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa” (2 Timothy 1:10). Suatu pikiran yang luar biasa! Yang Abadi jadi manusia “taat sampai mati” (Philippians 2:8), agar Dia bisa menebus jiwa manusia, mengembalikan roh mereka kepada hubungan yang benar dengan Tuhan dan membuat tubuh mereka mewarisi ketidakhancuran. Ini kemenangan salib Kristus. Melalui kematianNya dan kebangkitanNya “menghapuskan kematian.” Dia mau jadi manusia “supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut” (Hebrews 2:14). “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus (1 Corinthians 15:22).

Hidup Kekal dan Keabadian

Bagi penulis melihat pembahasan ini bisa lebih jelas jika kita melihat perbedaan antara hidup kekal dan keabadian. Istilahnya tidak sama. Saat seseorang percaya Yesus Kristus, dia menerima hidup kekal. Ini pemberian Tuhan pada orang berdosa karena menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi. “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal” (John 3:36). “barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal.” (John 6:47). “tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” (John 20:31). Karya keselamatan bagi orang berdosa berlaku saat dia dilahirkan kembali, tapi tidak benar mengatakan bahwa saat itu jiwa menjadi abadi. Sebenarnya jiwa tidak pernah kehilangan keabadiannya. Kelahiran kembali melalui Roh Kudus merupakan awal proses penebusan. Saat Roh Kudus berdiam dalam roh manusia, jiwa menerima hidup kekal. Tapi tubuh, walau mewarisi keabadian dan tidak rusak harus mati. Satu-satunya kemungkinan orang Kristen lolos dari kematian adalah berada saat Tuhan mengangkat semua orang percaya. Itu kemudian seseorang menerima dan menikmati hidup kekal walau kematian dan kubur menatap mereka.
Tapi apakah ini yang terbaik yang bisa Tuhan berikan pada manusia? Haruskah tubuh kita mengalami penyakit, kesakitan, dan dikubur dan hilang selamanya? Ini dimana Tuhan menyempurnakan proses penebusan. Paulus berkata: “kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita” (Romans 8:23). Tapi apakah ada jaminan bahwa tubuh yang tidak bisa rusak ini benar-benar tidak rusak? Bisakah kita yakin bahwa kefanaan suatu saat akan dibungkus dengan keabadian? Kita bisa mengatakan bahwa untuk memenuhi perjanjian penebusan, Yesus Kristus pasti melaksanakan tugas membangkitkan orang percaya dalam Dia. Ada harapan dan kepastian dalam perkataan Tuhan: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (John 11:25). Kesaksian Tuhan kita memastikan kebebasan dari kematian..
Penebusan jiwa sudah lalu, tapi penebusan tubuh masih akan datang. Karena manusia adalah trinitas, dan ketiga komponennya harus disatukan, maka manusia baru seperti gambar dan rupa Allah. Ini terjadi saat kebangkitan “saat manusia –seluruh bagiannya dibuat abadi.” Injil tidak memiliki kesempurnaannya dengan kematian Kristus. Paulus berkata: “aku mau mengingatkan kamu kepada Injil . . . bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci” (1 Corinthians 15:1-4). Yesus Kristus itu kekal, menjadi tidak abadi melalui kematianNya. Tapi itu hanya ketidakabadian sementara. Melalui kebangkitanNya dari kematian menjadi abadi, Anak Allah menjamin hal yang sama terjadi terhadap milikNya. Melalui Adam datang kefanaan dan kematian, dan melalui Adam terakhir datang hidup dan keabadian. “Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.. . . Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.” (1 Corinthians 15:20, 23). Seperti seluruh anak Adam mati, demikian juga setiap anak Tuhan dibangkitkan untuk tidak mati lagi.
“Mereka milik Kristus” menyatakan pada kita siapa yang akan abadi. “Saat kedatanganNya!” Ini mengatakan pada kita kapan kita akan abadi. Keabadian merupakan langkah terakhir penebusan saat Tuhan datang kembali. Ini hanya untuk yang ditebus, bahwa “daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa” (1 Corinthians 15:5).
“demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus” (1 Corinthians 15:22). Walau tubuhnya membusuk ditanah, rohnya tetap hidup dan menunggu dihidupkan. Kita membaca: “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” (Romans 8:11). Jika Roh Kudus yang adalah Roh Kehidupan, berdiam didalammu, melalui Roh yang sama tubuh fana kita akan dibangkitkan kedalam hidup baru. Ini kemenangan yang Kristus berikat bagi kita melalui kematian dan kebangkitanNya. Dia mengalami kematian, bergumul dengan itu, dan menang. Dan sekarang, tanpa dihalangi kematian, diijinkan ikut dengannya dalam kemenangan itu. Abraham Kuyper berkata bahwa orang yang ditebus pasti mati, tapi tidak satu saatpun ada dibawa kuasa kematian. Bagi mereka itu seperti melewati gerbang, dari dunia kedunia lain bersama Tuhan dalam kekekalan.
Satu hari Rasul Paulus berkata, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa” (Romans 7:24-25). Kematian seperti menang saat itu masuk kedalam keluarga kita, dan satu demi satu, mengambil mereka yang terdekat dan terkasih kita. Tapi kematian tidak bisa menang atas orang percaya dalam Kristus, “Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: Maut telah ditelan dalam kemenangan” (1 Corinthians 15:53, 54). Anak Allah tidak takut kematian. Satu hari saya berdiri disamping kubur nenek saya yang ada dalam Tuhan, bersyukur dan memuji Tuhan bahwa kematian telah dikalahkan Juruselamat kita. Saya menanti kedatangan Kristus dan hari dimana kubur terbuka dan yang mati dalam Kristus akan dibangkitkan, dan bersama kita memuji: “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? . . . Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Corinthians 15:55, 57).

Tubuh Baru Bagi yang Tua

Sebuah majalah yang terkenal menerbitkan suatu artikel berjudul, tubuh baru bagi yang tua.Tujuan dari artikel adalah untuk menunjukan perkembangan yang sudah dicapai ilmu dalam memberikan tangan dan kaki baru bagi yang kehilangan dan mata bagi orang buta. Akhirnya, artikel itu memperkirakan bahwa satu hari nanti seluruh tubuh bisa ditukar dengan yang baru, “mendapat otak yang berkembang.” Artikel itu menyimpulkan, “Bagaimanapun dalam ribuan tahun kedepan hal ini masih belum pasti.” Betapa bodoh ilmu bisa berpikir untuk menghasilkan keabadian duniawi, membiarkan Tuhan diluar!
Masalah keabadian bukan dari manusia. Pemikiran Alkitab tentang keabadian berarti hubungan manusia yang benar dengan Tuhan, dan hubungan seperti itu tidak bisa didapat dengan usaha manusia. Manusia harus mengakui Kristus yang abadi sebagai satu-satunya harapan setelah kematian. Tanpa salib Kristus tidak ada penebusan bagi ras yang jatuh, dan tanpa penebusan tidak ada harapan hidup abadi. Orang Kristen memiliki harapan yang didapat dari Pribadi dan Karya Kristus yang hidup. Petrus meneguhkan: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan” (1 Peter 1:3). Walau hidup kekal dan keabadian bukan istilah yang sama, tetap tidak ada keabadian tubuh bagi roh manusia yang belum menerima hidup kekal melalui iman dalam Tuhan Yesus Kristus. Tuhan kita berkata pada para murid: “sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup” (John 14:19). Kebangkitan orang percaya dijamin melalui kebangkitan Kristus sendiri.
Edward Rees pernah berkata bahwa ajaran keabadian yang terus membuat api kesetiaan ada dalam hati manusia.Rasul Paulus, merupakan pengajar terbesar disepanjang masa (diluar Tuhan Yesus) berulang kali menyatakan kebenaran ini. Pengajarannya berpusat pada Kristus dan mengarahkan pendengarnya kesurga “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Philippians 3:20, 21). Fakta ini merupakan harapan Gereja. William Jennings Bryan memberikan beberapa paragraph indah tentang hal ini.
Jika Bapa sudi menyentuh dengan kuasa ilahi biji oak, dan bisa menembus tembok, apakah Dia akan mengabaikan manusia yang diciptakan seturut gambar dan rupaNya? Jika Dia memekarkan bunga, memberi bau harum disaat bersemi, apakah Dia akan menahan kata-kata harapan dari jiwa manusia saat kematian datang? Jika hal, baik yang diam dan mati, diubah oleh kekuatan alam kedalam berbagai bentuk, tidak mati, apakah roh manusia hilang dalam kunjungannya yang singkat, seperti tamu agung bagi rumah tanah liat ini?Tapi biarlah kita percaya bahwa Dia yang tidak membuang apapun, tapi membuat semuanya menjalankan rencana kekalNya, memberikan keabadian bagi yang fana, dan mengumpulkan bagi DiriNya roh murah hati bagi teman kami.
Disaat kematian dan perpisahan dengan orang yang kita kasihi, kita memiliki kepercayaan yang menghibur ini bahwa kubur adalah gerbang masuk kedalam kemuliaan. Biarlah Tuhan memberikan anda hal itu, menerima hidup kekal dan kemenangan iman dalam kehidupan setelah kematian.

Bisakah Kita Percaya Pada Keabadian?

Bisakah Kita Percaya Pada Keabadian?

Printer-friendly versionSend to friend
Kata kekal artinya diluar dari kemungkinan mati. Itu artinya apa yang abadi tidak bisa mati. Sejarah menunjukan bahwa setiap manusia memiliki pemikiran ada kehidupan setelah kematian. Hanya beberapa yang berani percaya bahwa kematian mengakhiri semuanya dan melalui kematian tubuh terdapat kematian roh dan jiwa manusia. Tapi Tuhan berbelas kasihanlah pada kita jiwa kubur adalah akhir segalanya! “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia” (1 Corinthians 15:19). Dan hanya ada kepedihan dan putus asa dalam perkataan orang agnostik:
There is one steady star; and dim from afar,
Comes the solace that dies in its gleam;
There’s the coffin nail’s rust; the brain in white dust;
And the sleeping that knows no dream.
Lagu orang tidak percaya ini berkata bahwa ada “tidur yang tidak ada mimpi” Sebaliknya, Paulus berkata: “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia” (2 Corinthians 5:1).

Saksi Masa Lalu

Dimanapun kematian menghampiri ada kesadaran akan kepastian keabadian. Jiwa abadi orang suci dan pembunuh menyerukan harapan yang sama tentang hidup setelah kematian. Pikiran kematian ada selamanya jarang muncul dalam pikiran manusia.
Mesir, tempat belajar seni dan ilmu dunia, memiliki keyakinan kuat tentang keabadian. Professor Salmond dalam “Doctrine of Immortality” berkata bahwa orang Mesir punya reputasi menjadi orang pertama yang mengajarkan doctrine of immortality. Sering sekali peti jenasah disebut “perkakas kehidupan.” Seni balsam Mesir muncul dari kepercayaan mereka tentang keabadian. Pengertian mereka akan hidup sesudah kematian memunculkan ide pyramid, salah satu keajaiban dunia. Monumen ini dibangun karena kepercayaan jiwa kembali ketubuh dan membutuhkan tempat abadi. Jadi pyramid besar dan mumi Mesir mengatakan pada kita kepercayaan akan jiwa yang tidak mati.
Orang Afrika percaya ada kehidupan setelah kematian. Kita diberitahu bahwa stri yang meninggal kuburnya diletakan disebelah tempat tinggal agar mereka tetap bersama dalam dunia “melihat roh yang pergi.” Madison C. Peters mengutip cerita David Livingstone tentang kepercayaan Chinsunse tua: “Kita hidup hanya beberapa hari disini, tapi kita hidup kembali setelah kematian; kita tidak tahu dimana, atau dengan kondisi apa, atau siapa yang menemani, karena yang mati tidak kembali untuk mengatakan pada kita. Kadang yang mati kembali dan muncul dalam mimpi kita; tapi mereka tidak bicara, atau mengatakan kemana mereka pergi, ataua bagaimana keadaan mereka.” Kita baru mendengar kesaksian misionaris yang kembali dari ladang, tentang kepercayaan Afrika setelah kematian.
Dalam kebuasannya, Indian di Utara Amerika, punya pemikiran tentang hidup sesudah kematian. Dalam suku Asiatik kepercayaan itu bisa sampai pada kremasi tubuh, api tuhan mengambil yang mati kepada allah didunia lain. Kadang binatang dikorbankan dalam api untuk mendahului mayat ketanah kemudian. Sebagian Indian Amerika Utara, percaya bahwa mereka menyediakan kepergian kepala suku dengan peralatan yang diperlukan dimana Roh Agung hidup, mengubur orang mati dengan busur dan panah serta kano. Indian memiliki beragam kebiasaan untuk menunjukan kepercayaan mereka tentang kehidupan setelah kematian. Saat gadis Indian Seneca mati, burung muda dipenjara sampai bisa menyanyi. Itu memberi pesan kasih sayang padanya.
Melalui 6 milenium sejarah manusia, kita melihat keabadian sebagai suatu realita. Secara umum dipercaya, ini merupakan hal yang tidak bisa dirusak dari semua intuisi. Kita setuju dengan Dr. Lockyer : “tanpa keraguan, meneguhkan bahwa kepercayaan adanya kehidupan setelah kematian datang dari wahyu manusia pertama melalui Penciptanya, dan menjelajah diseluruh masa. Harapan keabadian, berdiam dalam dada orang liar maupun suci, ditanamkan disana oleh Dia yang tidak berawal dan berakhir.”

Saksi Alkitab

Saat kita mencari subjek kekekalan dalam Alkitab, penting untuk diingat beberapa fakta penting tentang subjek ini. Didalam Alkitab tidak ditemukan “keabadian jiwa” Kita tidak mengajarkan bahwa Alkitab mengajar tentang penghilangan jiwa saat kematian. Pemikiran keberadaan jiwa yang abadi benar, tapi bahasa Alkitab tidak menunjuk pada “keabadian jiwa” Firman Tuhan menganggap keberadaan kekal setiap jiwa bergantung pada tujuannya. Setiap jiwa manusia kekal dan tidak hilang. Yesus berkata “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka” (Matthew 10:28). Mereka yang mengajarkan “jiwa tertidur” membuat kita percaya kalau pengajaran itu Alkitabiah, tapi sebenarnya mereka salah tafsir. Manusia bisa membunuh tubuh, tapi hanya itu. Hanya Tuhan yang bisa membunuh Tubuh dan jiwa dan menghukumnya.

Tiga Macam Kematian

Kita membacar: “Jiwa yang berdosa, harus mati” (Ezekiel 18:4), tapi dalam Alkitab tidak ada petunjuk jiwa yang mati berarti hilang, atau tidak sadar. Alkitab mengajar bahwa ada 3 macam kematian dan perbedaannya jelas. Pertaman, kematian fisik, atau keterpisahan jiwa dari tubuh. Ini kematian tubuh yang ditunjukan dalam Hebrews 9:27, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja.” Kedua, Alkitab mengajarkan ada kematian rohani. Ini memisahkan jiwa dari Tuhan, kondisi orang belum percaya dimana Paulus berkata kalau mereka semua “mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu” (Ephesians 2:1), dan “jauh dari hidup persekutuan dengan Allah” (Ephesians 4:18). Ketiga, ada kematian kekal atau terpisah selamanya dari Tuhan. Semua yang menderita kematian kekal ada dalam keadaan sadar, tapi “akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya” (2 Thessalonians 1:9), mereka “akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Revelation 21:8).

Abadi Menjadi Fana

Kata “abadi” dan “keabadian” digunakan dalam Alkitab untuk menunjuk pada manusia aplikasinya pada tubuh. Tubuh merupakan tempat pertama, saat dia menciptakannya, tubuh abadi diciptakan untuk ada selamanya. Tuhan telah memperingatkan Adam dan hawa jangan memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat, dengan berkata: “pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Genesis 2:17). Mereka tidak taat, dan kematian mulai bekerja dalam tubuh. Keabadian menjadi fana. Paulus berkata: “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut” (Romans 5:12). Demikian juga kata penulis Ibrani, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja” (Hebrews 9:27). Dan kita juga membaca dalam I Corinthians, “semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam” (1 Corinthians 15:22). Semua ras manusia dari Adam, diputuskan mati. Kematian merupakan kutukan atas ras kita sebagai hasil dari dosa dan merupakan fakta sejarah dunia yang paling menyedihkan. Tubuh manusia tidak lagi memiliki keabadian, tapi fana –bisa mati.

Keselamatan dari Kematian

Tujuan kedatangan Tuhan Yesus Kristus adalah menawarkan keselamatan bagi ras yang sudah jatuh. Tidak ada manusia yang bisa melakukannya. Kematian menghentikan hidup. Satu-satunya cara manusia bisa lolos dari hukuman mati adalah melalui “kedatangan Tuhan yesus . . . satu-satunya yang tidak takluk kepada maut” (1 Timothy 6:14, 16). Jiwa manusia, walau memiliki keabadian, turun secara moral. Setelah kematian, tubuh menjadi rusak, dan rohnya kehilangan persekutuan dengan Tuhan. Tapi kebenaran diberikan pada kita melalui Paulus. Dia berkata: “kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa” (2 Timothy 1:10). Suatu pikiran yang luar biasa! Yang Abadi jadi manusia “taat sampai mati” (Philippians 2:8), agar Dia bisa menebus jiwa manusia, mengembalikan roh mereka kepada hubungan yang benar dengan Tuhan dan membuat tubuh mereka mewarisi ketidakhancuran. Ini kemenangan salib Kristus. Melalui kematianNya dan kebangkitanNya “menghapuskan kematian.” Dia mau jadi manusia “supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut” (Hebrews 2:14). “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus (1 Corinthians 15:22).

Hidup Kekal dan Keabadian

Bagi penulis melihat pembahasan ini bisa lebih jelas jika kita melihat perbedaan antara hidup kekal dan keabadian. Istilahnya tidak sama. Saat seseorang percaya Yesus Kristus, dia menerima hidup kekal. Ini pemberian Tuhan pada orang berdosa karena menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi. “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal” (John 3:36). “barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal.” (John 6:47). “tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” (John 20:31). Karya keselamatan bagi orang berdosa berlaku saat dia dilahirkan kembali, tapi tidak benar mengatakan bahwa saat itu jiwa menjadi abadi. Sebenarnya jiwa tidak pernah kehilangan keabadiannya. Kelahiran kembali melalui Roh Kudus merupakan awal proses penebusan. Saat Roh Kudus berdiam dalam roh manusia, jiwa menerima hidup kekal. Tapi tubuh, walau mewarisi keabadian dan tidak rusak harus mati. Satu-satunya kemungkinan orang Kristen lolos dari kematian adalah berada saat Tuhan mengangkat semua orang percaya. Itu kemudian seseorang menerima dan menikmati hidup kekal walau kematian dan kubur menatap mereka.
Tapi apakah ini yang terbaik yang bisa Tuhan berikan pada manusia? Haruskah tubuh kita mengalami penyakit, kesakitan, dan dikubur dan hilang selamanya? Ini dimana Tuhan menyempurnakan proses penebusan. Paulus berkata: “kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita” (Romans 8:23). Tapi apakah ada jaminan bahwa tubuh yang tidak bisa rusak ini benar-benar tidak rusak? Bisakah kita yakin bahwa kefanaan suatu saat akan dibungkus dengan keabadian? Kita bisa mengatakan bahwa untuk memenuhi perjanjian penebusan, Yesus Kristus pasti melaksanakan tugas membangkitkan orang percaya dalam Dia. Ada harapan dan kepastian dalam perkataan Tuhan: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (John 11:25). Kesaksian Tuhan kita memastikan kebebasan dari kematian..
Penebusan jiwa sudah lalu, tapi penebusan tubuh masih akan datang. Karena manusia adalah trinitas, dan ketiga komponennya harus disatukan, maka manusia baru seperti gambar dan rupa Allah. Ini terjadi saat kebangkitan “saat manusia –seluruh bagiannya dibuat abadi.” Injil tidak memiliki kesempurnaannya dengan kematian Kristus. Paulus berkata: “aku mau mengingatkan kamu kepada Injil . . . bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci” (1 Corinthians 15:1-4). Yesus Kristus itu kekal, menjadi tidak abadi melalui kematianNya. Tapi itu hanya ketidakabadian sementara. Melalui kebangkitanNya dari kematian menjadi abadi, Anak Allah menjamin hal yang sama terjadi terhadap milikNya. Melalui Adam datang kefanaan dan kematian, dan melalui Adam terakhir datang hidup dan keabadian. “Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.. . . Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.” (1 Corinthians 15:20, 23). Seperti seluruh anak Adam mati, demikian juga setiap anak Tuhan dibangkitkan untuk tidak mati lagi.
“Mereka milik Kristus” menyatakan pada kita siapa yang akan abadi. “Saat kedatanganNya!” Ini mengatakan pada kita kapan kita akan abadi. Keabadian merupakan langkah terakhir penebusan saat Tuhan datang kembali. Ini hanya untuk yang ditebus, bahwa “daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa” (1 Corinthians 15:5).
“demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus” (1 Corinthians 15:22). Walau tubuhnya membusuk ditanah, rohnya tetap hidup dan menunggu dihidupkan. Kita membaca: “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” (Romans 8:11). Jika Roh Kudus yang adalah Roh Kehidupan, berdiam didalammu, melalui Roh yang sama tubuh fana kita akan dibangkitkan kedalam hidup baru. Ini kemenangan yang Kristus berikat bagi kita melalui kematian dan kebangkitanNya. Dia mengalami kematian, bergumul dengan itu, dan menang. Dan sekarang, tanpa dihalangi kematian, diijinkan ikut dengannya dalam kemenangan itu. Abraham Kuyper berkata bahwa orang yang ditebus pasti mati, tapi tidak satu saatpun ada dibawa kuasa kematian. Bagi mereka itu seperti melewati gerbang, dari dunia kedunia lain bersama Tuhan dalam kekekalan.
Satu hari Rasul Paulus berkata, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa” (Romans 7:24-25). Kematian seperti menang saat itu masuk kedalam keluarga kita, dan satu demi satu, mengambil mereka yang terdekat dan terkasih kita. Tapi kematian tidak bisa menang atas orang percaya dalam Kristus, “Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: Maut telah ditelan dalam kemenangan” (1 Corinthians 15:53, 54). Anak Allah tidak takut kematian. Satu hari saya berdiri disamping kubur nenek saya yang ada dalam Tuhan, bersyukur dan memuji Tuhan bahwa kematian telah dikalahkan Juruselamat kita. Saya menanti kedatangan Kristus dan hari dimana kubur terbuka dan yang mati dalam Kristus akan dibangkitkan, dan bersama kita memuji: “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? . . . Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Corinthians 15:55, 57).

Tubuh Baru Bagi yang Tua

Sebuah majalah yang terkenal menerbitkan suatu artikel berjudul, tubuh baru bagi yang tua.Tujuan dari artikel adalah untuk menunjukan perkembangan yang sudah dicapai ilmu dalam memberikan tangan dan kaki baru bagi yang kehilangan dan mata bagi orang buta. Akhirnya, artikel itu memperkirakan bahwa satu hari nanti seluruh tubuh bisa ditukar dengan yang baru, “mendapat otak yang berkembang.” Artikel itu menyimpulkan, “Bagaimanapun dalam ribuan tahun kedepan hal ini masih belum pasti.” Betapa bodoh ilmu bisa berpikir untuk menghasilkan keabadian duniawi, membiarkan Tuhan diluar!
Masalah keabadian bukan dari manusia. Pemikiran Alkitab tentang keabadian berarti hubungan manusia yang benar dengan Tuhan, dan hubungan seperti itu tidak bisa didapat dengan usaha manusia. Manusia harus mengakui Kristus yang abadi sebagai satu-satunya harapan setelah kematian. Tanpa salib Kristus tidak ada penebusan bagi ras yang jatuh, dan tanpa penebusan tidak ada harapan hidup abadi. Orang Kristen memiliki harapan yang didapat dari Pribadi dan Karya Kristus yang hidup. Petrus meneguhkan: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan” (1 Peter 1:3). Walau hidup kekal dan keabadian bukan istilah yang sama, tetap tidak ada keabadian tubuh bagi roh manusia yang belum menerima hidup kekal melalui iman dalam Tuhan Yesus Kristus. Tuhan kita berkata pada para murid: “sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup” (John 14:19). Kebangkitan orang percaya dijamin melalui kebangkitan Kristus sendiri.
Edward Rees pernah berkata bahwa ajaran keabadian yang terus membuat api kesetiaan ada dalam hati manusia.Rasul Paulus, merupakan pengajar terbesar disepanjang masa (diluar Tuhan Yesus) berulang kali menyatakan kebenaran ini. Pengajarannya berpusat pada Kristus dan mengarahkan pendengarnya kesurga “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Philippians 3:20, 21). Fakta ini merupakan harapan Gereja. William Jennings Bryan memberikan beberapa paragraph indah tentang hal ini.
Jika Bapa sudi menyentuh dengan kuasa ilahi biji oak, dan bisa menembus tembok, apakah Dia akan mengabaikan manusia yang diciptakan seturut gambar dan rupaNya? Jika Dia memekarkan bunga, memberi bau harum disaat bersemi, apakah Dia akan menahan kata-kata harapan dari jiwa manusia saat kematian datang? Jika hal, baik yang diam dan mati, diubah oleh kekuatan alam kedalam berbagai bentuk, tidak mati, apakah roh manusia hilang dalam kunjungannya yang singkat, seperti tamu agung bagi rumah tanah liat ini?Tapi biarlah kita percaya bahwa Dia yang tidak membuang apapun, tapi membuat semuanya menjalankan rencana kekalNya, memberikan keabadian bagi yang fana, dan mengumpulkan bagi DiriNya roh murah hati bagi teman kami.
Disaat kematian dan perpisahan dengan orang yang kita kasihi, kita memiliki kepercayaan yang menghibur ini bahwa kubur adalah gerbang masuk kedalam kemuliaan. Biarlah Tuhan memberikan anda hal itu, menerima hidup kekal dan kemenangan iman dalam kehidupan setelah kematian.

Minggu, 11 September 2011

kehidupan sesudah kematian

“Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja,
dan sesudah itu dihakimi.”
(Hebrews 9:27)
“sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Genesis 2:17). “dan maut tidak akan ada lagi” (Revelation 21:4). Diantara kedua pernyataan dalam Alkitab terdapat semua usaha ilmu pengetahuan memperpanjang hidup, menyempurnakan peradaban, usaha membangun dunia yang lebih baik, dan semua sukacita dan kepedihan jutaan orang bahwa kekekalan itu ada. Tersembunyi diantara kitab ini ada cerita tentang seluruh umat manusia terkutuk melalui kejatuhan pertama Adam. Kejatuhan manusia telah dipaksa oleh ketakutan –ketakutan kegelapan, ketakutan akan penyakita, ketakutan terhadap apa yang tidak dikenal, ketakutan kematian. Ketakutan akan kematian merupakan yang terkuat dari semua. Manusia menghindarinya, membencinya, melawannya. Pengurus pemakaman menggunakan setiap cara untuk membuang kenyataan hal ini. Tapi fakta kematian tetap ada dan akan terus demikian sampai hari itu datang, ketika kemuliaan kuasa Kristus menang atas kematian, gulungan kitab surga akan digulung kembali, umat Tuhan akan menikmati masa penuh kebahagiaan dalam kekekalan, dan “maut tidak akan ada lagi.”

Kepastian Kematian

Lembah kematian merupakan lembah terpanjang didunia. Itu dimulai dari Adam dan terus sampai 6.000 tahun sejarah manusia. Manusia suka menunda saat itu ketika mereka harus melewati lembah bayang maut, tapi kematian menelan semua manusia. Kematian tidak memilih-milih orang. Setiap langkah kita semakin mendekatkan kita kepada kematian, dan hanya masalah waktu kita harus mengucapkan selamat tinggal kepada semua yang didunia. Dengan seluruh kebijaksanaan kedokteran dan ilmu, kita harus setuju dengan pengkothbah: “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati” (Ecclesiastes 9:5).
Alkitab berisi peringatan tentang kematian, bicara tentang hal ini sebanyak hal yang lain. Dalam taman Eden dimana kematian tidak akan masuk, Adam dan Hawa diperintahkan Tuhan untuk menjauh dari pohon terlarang dengan suatu peringatan:
pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati (Genesis 2:17).
Kita tahu kalau mereka akhirnya memakannya; dan saat itu penghukuman Tuhan jatuh atas mereka, tubuh mereka menjalani proses kematian dan membusuk. “Jadi Adam mencapai umur sembilan ratus tiga puluh tahun,lalu ia mati” (Genesis 5:5).
Disatu halaman kita memiliki daftar keturunan dari Adam sampai Nuh dan hanya ada satu pengecualian, Enok, orang yang dekat dengan Tuhan, selain dia semua mengalami pengulangan kata, -- “lalu dia mati.”
Jadi Set mencapai umur sembilan ratus dua belas tahun, lalu ia mati.(Genesis 5:8).
Jadi Enos mencapai umur sembilan ratus lima tahun, lalu ia mati (Genesis 5:11).
Jadi Kenan mencapai umur sembilan ratus sepuluh tahun, lalu ia mati (Genesis 5:14).
Jadi Mahalaleel mencapai umur delapan ratus sembilan puluh lima tahun, lalu ia mati.(Genesis 5:17).
Jadi Yared mencapai umur sembilan ratus enam puluh dua tahun, lalu ia mati.(Genesis 5:20).
Jadi Metusalah mencapai umur sembilan ratus enam puluh sembilan tahun, lalu ia mati.(Genesis 5:27).
Jadi Lamekh mencapai umur tujuh ratus tujuh puluh tujuh tahun, lalu ia mati (Genesis 5:31).
Para leluhur, para nabi, dan para rasul tidak ragu menyatakan bahwa kematian itu pasti. Nuh menyatkan kebenaran dan penghukuman Tuhan. Dia memperingatkan manusia jika mereka tidak bertobat, Tuhan akan memusnahkan mereka dari muka bumi (Genesis 6:7). Mereka hanya mengejek dia, dan Tuhan menghajar seluruh bumi dengan kematian dan kehancuran. Catatan menunjukan bahwa air suruh selama 40 hari. Dan kita membaca:
Lalu mati binasalah segala yang hidup, yang bergerak di bumi, burung-burung, ternak dan binatang liar dan segala binatang merayap, yang berkeriapan di bumi, serta semua manusia (Genesis 7:21).
Abraham menghadapi kepedihan kematian saat dia mengorbankan Ishak sebagai korban bagi Tuhan. Walau Ishak diselamatkan, seekor domba mati menggantikannya. Kemudian kita membaca: “Dan Srah mati” (Genesis 23:2). “Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa: Sesungguhnya sudah dekat waktunya bahwa engkau akan mati” (Deuteronomy 31:14).
    Yesaya bin Amos, dan berkata kepadanya: Beginilah firman TUHAN: Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi.” (2 Kings 20:1).
    Sebab itu beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku menyuruh engkau pergi dari muka bumi. Tahun ini juga engkau akan mati ” (Jeremiah 28:16).
    Yehezkiel menyatakan Firman Tuhan: “orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati” (Ezekiel 18:4). “Hai orang jahat, engkau pasti mati!” (Ezekiel 33:8).
    Saat Yesus menceritakan tentang orang kaya dan Lazarus, Dia berkata: “Orang miskin mati . . . orang kaya juga mati” (Luke 16:22).
Saat Kristus ada ditengah orang banyak, orang Yahudi berkata: “Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati” (John 19:7).
Tentang Dorkas, Lukas menulis: “ia sakit lalu meninggal.” (Acts 9:37).
Alkitab penuh dengan subjek tentang kematian! Kita tidak bisa membahas kehidupan karakter Alkitab tertentu, kecuali Enok dan Elijah, tanpa mengingat bahwa mereka semua mati. Perusahan asuransi jiwa menjadi kaya hanya karena menunjukan bahwa semua manusia pasti mati, dan para agen dengan mudah menjual hanya dengan mengatakan bahwa kematian bisa datang tiba-tiba. Setiap pengurus pemakaman yang menjalankan bisnis terhormat bisa hidup nyaman dengan nilai yang bisa diberi uang. Bahkan arsitek dan pembangun memperhitungkan kematian saat mereka membangun struktur. Dr. John Rice menceritakan bahwa saat jemaatnya di Dallas sedang menyiapkan rencana membangun gereja baru , arsiteknya berkeras membahas tangganya, karena katanya: “salah satu peraturan dari arsitek adalah setiap tangga dan pintu tempat tidur harus cukup besar untuk bisa dimasuki peti jenasah!”
Dikatakan tentang jutawan berumur 75 tahun, William Randolph Hearst, bahwa orang-orang dilarang bicara tentang kematian dihadapannya. Kita mengakui bahwa kematian bukan subjek pembicaraan yang disukai. Tapi tidak ada orang yang bisa menghindarinya. Menolak membicarakan atau berpikir tentang kematian tidak mengubah fakta kematian. Kita bisa menyebut kuburan sebagai “taman ingatan” Tapi tetap itu merupakan tempat orang mati.
Alkitab berkata tentang: “hukum dosa dan hukum maut.” (Romans 8:2).
Rasul Paulus berkata: “kami telah dijatuhi hukuman mati” (2 Corinthians 1:9). “maut giat di dalam diri kami” (2 Corinthians 4:12).
Surat pada orang Ibrani berkata tentang “mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.” (Hebrews 2:15).
Tidak ada yang lolos dari maut. Cobalah sekuat kita, tapi penunggang kuda mengerikan akan mengunjungi kita semua. Dia tidak melihat semua tangisan dan tuli terhadap semua doa dan permohonan. Dia harus mendatangi kita, karena dia dikirim melalui ketetapan. “Sudah ditetapkan bahwa setiap orang pada akhirnya pasti mati.” Itu keputusan yang Maha Kuasa, melalui penetapan Ilahi. Tempat tidur orang mati, penguburan, kuburan, dan hati yang hancur serta tangisan semua menunjukan bahwa “manusia pasti mati.”

Penyebab Kematian

Darimana kematian berasal? Kita mengakui kedaulatan Tuhan, tapi haruskan kita menerima bahwa setiap peristiwa hidup manusia, termasuk tindakan dan waktu kematiannya telah ditetapkan Tuhan sebelum penciptaan? Kita tidak menemukan dasar untuk pandangan dogmatic itu. (Tuhan Maha Kuasa, itu pasti, tapi dia menciptakan manusia sebagai mahluk bebas dengan kemampuan memutuskan bagi dirinya. Dalam hidupnya ditaman Eden, manusia tidak melihat kematian. Dia tidak pernah memikirkan hal itu.)
Pertama kali subjek kematian disebut dalam Alkitab sebagai peringatan bagi orangtua pertama kita. Disini manusia menikmati komunikasi langsung dengan Tuhan:
Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati. (Genesis 2:16-17).
Adam tahu bahwa dia hidup, tapi dia asing dengan masalah kematian sampai dia mendengarnya dari Tuhan. Sekarang tinggal keputusannya. Dia memiliki pengetahuan apa yang baik dan salah. Dia tahu kalau taat pada Tuhan artinya hidup terus dan tidak taat berarti kematian. Kuasa untuk memilih dan memutuskan ada pada manusia. Tapi Setan tidak mau situasinya tidak ditantang. Walau dia mengejek dan mencobai Hawa, dia tidak bisa memaksanya untuk memakan buah itu. Baik Hawa dan suaminya ambil bagian dalam pilihan mereka, dan dengan melakukan itu mereka mendatangkan bencana kemarahan Tuhan. Peringatan yang Dia berikat sangat jelas: “pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati.” Dalam kekudusan dan kebenarannya disetiap keputusanNya, Tuhan tidak bisa melakukan lain dengan memutuskan mati. Kemudian Adam mendengar semua akibat dari kesalahannya:
dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu (Genesis 3:19).
Tuhan tidak pernah memutuskan atau menentukan sebelum ada sebab yang jelas. Jadi saat Dia menetapkan kematian manusia itu karena Adam dan Hawa tidak taat pada Tuhan dan berbalik dari kebenaran. Walau peringatan Tuhan jelas manusia memilih dosa, mengetahui kalau itu artinya kematian. Manusia tidak bisa membela diri dihadapan Tuhan. Dia diputuskan mati karena sudah melanggar hukum Tuhan, dan keputusan Tuhan itu begitu jelas bahwa semua bersalah dihadapan Dia. Manusia tidak bisa beralasan atas keputusan mati ini:
upah dosa ialah maut (Romans 6:23).
orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati (Ezekiel 18:4).
apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut. (James 1:15).
Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut (Romans 5:12).
Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami (2 Corinthians 4:12).
Karena semua orang telah berbuat dosa (Romans 3:23).
Setiap kali kematian datang dan orang terkasih dibawa pergi, itu seperti cachinnation dosa dan Setan. Dosa bermain dengan manusia untuk satu saat seperti kucing bermain dengan tikus. Dosa mengijinkan kita lari kesana kemari, mengejar kesenangan, kesenangan dan kuasa duniawai; tapi permainan hidup hanya sebentar. Pada akhirnya dosa menemukan kita, dan setiap orang membayar dengan hidupnya. Karena “kita semua sudah berdosa” (Romans 3:23), kita berusaha menemukan rahasia kemenangan atas kematian karena “Siapakah orang yang hidup dan yang tidak mengalami kematian?” (Psalm 89:48).
Kematian masih beredar menjadikan seluruh dunia takut dan menanti. Alasan manusia enggan terhadapnya karena “Sengat maut ialah dosa” (1 Corinthians 15:56). Karena nature kita berdosa dan hati kita jahat, kematian terus menusuk kita dan membawa kita kearah kuburan seperti sapi kepembantaian. Sampai Kristus kembali dan gerejaNya memerintah dibumi, “Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut” (1 Corinthians 15:26). Bahkan akhir seribu tahun kematian tetap menjerat semua yang jahat. Sampai setan dan semua orang tidak percaya dibuang kelautan api, kematian memiliki cengkramannya atas orang berdosa. Tapi betapa menghibur dan menenangkan bagi orang Kristen saat memandang, Tuhan Yesus datang kedua kali, akan mengatasi semuanya, bahkan kuasa kematian!

Arah Kematian

Kematian tidak mempengaruhi manusia secara sama karena itu tidak membawa manusia kearah yang sama. Kita menyadari bahwa kematian bukan akhir segalanya. Tapi kita menyadari bahwa banyak orang sekarang ini tidak percaya ada kesadaran setelah kematian. Baru-baru ini saya bicara dengan seseorang yang percaya bahwa kematian akhir dari keberadaan manusia. Dia membandingkan kematian manusia dengan daun yang jatuh dari pohon di bulan Oktober. Mengabaikan bukti kekekalan, kita puas dengan pertimbangan singkat tentang kematian.
Dalam satu rumah sakit 2 pasien bisa mati disaat yang sama. Walau akar masalah kematian keduanya sama, kematian salah satu bisa berbeda dari yang lain. Kita mengetahui bahwa satu-satunya pemuas dari dosa adalah kematian. Itu satu-satunya hukuman dari dosa yang bisa memuaskan tuntutan Tuhan. Karena setiap manusia memiliki nature kejatuhan Adam, makan kita semua harus mati. Tapi seperti kata Abraham Kuyper: “Dilembah bayang maut, jalan orang terbagi dengan sendirinya, yang satu menanjak kepada kekekalan, dan yang lain menurun kepada kematian kekal.”
Kita bisa mengerti hal ini dengan mengetahui tujuan kematian Yesus Kristus. Karena dosa harus dihukum mati, Yesus disalib dan mati sebagai pengganti hukuman dosa dan disaat yang sama memberikan diri sebagai korban penghapusan dosa. Petrus berkata “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, ” (1 Peter 3:18). Disini kita diberitahu bahwa Kristus mati untuk dosa, “agar Dia bisa membawa kita kepada Allah.” Mereka yang didalam Tuhan dibawah kesurga kepada Tuhan. Menerima Yesus Kristus sebagai penanggung dosa dan Juruselamat dari dosa, mereka dibawa kepada Tuhan melalui kematianNya. Orang percaya bisa berkata: “TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Isaiah 53:6). Saat Dia tergantung dikayu salib, Dia menjadi korban penebus dosa sejati bagi umatNya. Kita secara alami, turun kedalam penghukuman, terpisah dari Tuhan; tapi melalui kematianNya, menyediakan arah yang baru. Dr. Harry Rimmer pernah berkata, “Saat Yesus mati untuk mengubah pemikiran manusia, Dia juga mati untuk mengubah jalan sejarah manusia. Melalui filosofi yang salah, manusia mengejar arah yang salah. Salib menyebabkan sejarah manusia dibengkokan arahnya, dan mengarahkannya kepada Tuhan.” Kapanpun orang percaya mati, dikatakan mereka “tertidur” (1 Thessalonians 4:13, 15; 1 Corinthians 15:6), dan jiwanya langsung bersama Tuhan.
Tapi bagi orang tidak percaya kematian mengarah kemana? Kita sudah tahu bahwa satu-satunya arah yang tersisa adalah kepada kematian kekal. Sekali lagi kita harus membuat asumsi, dengan mempercayai tempat dimana orang yang menolak Kristus tersiksa.
Karena kematian Kristus membayar hukuman dosa orang percaya, dan kematian kita diterima oleh Bapa, maka kematian orang tidak percaya tidak diterima oleh Tuhan. Saat orang tidak percaya mati, dia masuk kepada kematian kekal. Keduanya sadar, tapi kematian memiliki arah berbeda bagi mereka. Baik orang kaya dan Lazarus mati dalam cerita Tuhan. Lazarus dibawa kepangkuan Abraham sementara orang kaya keneraka (Luke 16:19-24).
Pembaca yang baik, dimana anda berada? Ya, tentu anda masih hidup didunia; tapi ingat, kematian pelan tapi pasti akan menghampiri anda. Secepatnya anda akan mengucapkan selamat tinggal pada semua hal didunia dan masuk kedalam kekekalan yang tiada akhir. Karena Kristus telah mati untuk membawa anda pada Tuhan, dan anda jauh dari Tuhan, dan tidak siap serta tidak layak kesurga. Maukah anda percaya pada Juruselama sekarang? “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mark 16:16).

Kebangkitan Tubuh



Send to friend
Dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali? (1 Corinthians 15:35)

Kematian—Tubuh yang Tidur

Tidak ada gambaran kematian yang begitu menghibur dan meneguhkan bagi orang percaya seperti diungkapkan dengan kata tertidur. Ini suatu kata yang hanya menunjuk pada tubuh dan tidak pernah terhadap jiwa. Tuhan kita berkata pada para muridNya: “Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya. Maka kata murid-murid itu kepada-Nya: Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh. Tetapi maksud Yesus ialah tertidur dalam arti mati, sedangkan sangka mereka Yesus berkata tentang tertidur dalam arti biasa” (John 11:11-13). Tentang Para martir dan kematian Stefanus, kita membaca: “Dia tertidur” (Acts 7:60). Saat Rasul Paulus masih hidup, dia berkata tentang 500 saudara yang melihat Kristus hidup setelah kebangkitannya, “sebagian diantaranya tertidur” (1 Corinthians 15:6). Pesan penghiburannya kepada jemaat diTesalonika adalah, “Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal” (1 Thessalonians 4:13). Petrus berbicara tentang orang kudus di PL: “bapa leluhur tertidur” (2 Peter 3:4).
Orang kudus dimasa PL dihadapkan dengan kebenaran yang sama. Lebih dari 40 kali dalam PL dikatakan bahwa orang yang mati “ditidurkan bersama leluhurnya.” “TUHAN berfirman kepada Musa: Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu” (Deuteronomy 31:16; 2 Samuel 7:12). Ayub berkata: “sekarang aku terbaring dalam debu, lalu Engkau akan mencari aku, tetapi aku tidak akan ada lagi” (Job 7:21). Dalam ayat ini kita melihat gambaran kematian yang tinggi yang meyakinkan orang percaya bahwa “kesementaraan tubuh, akan diikuti oleh kebangkitan mulia saat trompet terakhir dibunyikan.”1

Kematian—Keterpisahan Sementara
Rohani dari Fisik

Keadaan aktivitas menggantung sementara dari tubuh tidak berarti jiwa juga tertidur. Tubuh merupakan tempat roh menjadi bagian dari manusia. Disaat kematian manusia, roh orang percaya pergi, menutup kesadaran akan tubuh sampai hari kebangkitan. Setelah kematian tubuh, kita meninggalkan daging, “pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus” (Philippians 1:23), “menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita” (Romans 8:23).
Ini merupakan ilustrasi sederhana. Baru-baru ini saya memperhatikan toko tukang daging dikota kami tidak lagi buka. Satu hari saat saya melewati tempat itu saya melihat tanda dijendela: “Tutup untuk perubahan.” Pemilik menutup usahanya untuk merenovasi toko. Setelah sekitar 2 bulan toko dibuka dengan banyak perubahan. Ini suatu gambaran kematian orang percaya. Dia keluar dari tubuh sampai direnovasi, kemudian roh manusia akan kembali ketubuh barunya.2

Dibangkitkan Menjadi Seperti Yesus

Kematian tidak perlu ditakutkan oleh orang Kristen. Kita akan hidup dalam tubuh sebenarnya seperti sekaran, karena kata Paulus: “kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia. . .” (Philippians 3:20, 21). Kedatangan Tuhan dari sorga akan memicu perubahan tubuh ini. Tubuh merupakan milik Tuhan seperti juga jiwa. Itu sangat diperhatikanNya. “Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh” (1 Corinthians 6:13). Tujuan Injil adalah membawa hidup kekal dan keabadian kepada semua yang mau percaya. Karena tubuh orang benar akan “seperti tubuh kemuliaanNya,” kita mungkin berpikir seperti apa tubuh kita saat kebangkitan. Yohanes berkata: “akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1 John 3:2). Saat Tuhan kita naik kesorga, Dia berumur 33 tahun, manusia yang masih muda. Kepikunan tidak bisa menguasai Tuhan kita saat Dia mati diatas salib untuk dosa kita. Dalam Mazmurnya, Daud meninggikan Kristus, kita membaca: “dari kandungan fajar tampil bagimu keremajaanmu seperti embun” (Psalm 110:3). Suatu pikiran yang indah! Kita akan dibungkus dengan kemudaan selamanya. Kita akan seperti Dia, seperti tubuh kemuliaanNya.
Kristus akan “mengubah tubuh hina ini” (Philippians 3:21). Kata “merubah” artinya mengubah bentuk. Disini dikaitkan dengan metamorfosis dimana perubahan bentuk dan struktur tubuh mahluk hidup terjadi. Saat Tuhan kita membawa Peter, James, dan John kegunung, kita membaca bahwa “Dia berubah bentuk dihadapan mereka” (Matthew 17:2). Kristus muncul selama beberapa waktu dalam tubuh kemuliaanNya. Dia berubah bentuk (atau metamorphosed) dihadapan mereka. Itu adalah tubuh setelah kebangkitan saat Dia muncul dihadapan para murid dibelakang pintu tertutup (John 20:19). Perubahan yang akan dialami orang percaya saat kebangkitan akan berhubungan dengan tubuh mereka, yang didalamnya ada dosa, karena setiap orang Kristen harus mengakui, “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik.” (Romans 7:18). Kata “berubah” juga bisa menunjuk pada bagian rohani manusia, seperti kata Kenneth Wuest: “Kata “berubah” dari Yunaninya menyatakan sesuatu yang diluar, yang perubahannya dari tampak luar.”3
Secara biologis, perubahan ulat menjadi kupu-kupu disebut “metamorfosis.” Ulat yang jelek, diubah dalam kubur yang digulung sendiri. Sementara kepompong kelihatannya mati dan tanpa bentuk yang kuat. Tapi setelah matahari musim semi menyinari kepompong itu, keluarlah kupu-kupu yang indah. Walau kupu-kupu berbeda penampilan dari ulat, kita mengenali serangga bersayap indah ini dulu adalah ulat. Kebangkitan tubuh mirip dengan itu. Sekarang kita memiliki tubuh yang hina. Yakobus berkata bahwa itu “tubuh yang hina” “sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput.” (James 1:10). Tubuh Adam, dalam keadaan aslinya, dipenuhi kemuliaan, tapi saat dosa masuk kemuliaan diganti dengan kehinaan. Dalam tubuh hina sekarang kita tidak layak masuk kedalam kemuliaan Tuhan, tapi kita berharap saat Tuhan kembali, Dia akan mengubah tubuh hina menjadi seperti tubuh kemuliaanNya. Itu merupakan tubuh yang biasa kita kenali, tapi akan diubah menjadi mulia.

Menjawab yang Skeptis

Sebagian orang yang skeptis mengatakan bahwa tidak mungkin tubuh yang sama yang sudah lebih dari ratusan tahun, menjadi debu akan dibangkitkan lagi. Mereka menambahkan bahwa elemen yang membentuk tubuh mungkin sudah menjadi bagian dari tubuh lain, Sebagai contoh, tubuh yang mati akan hancur. Diatas kuburan tubuh itu, sebuah pohon mungkin tumbuh. Jika buah pohon itu dimakan manusia lain, elemen yang sudah terurai dalam kubur akan menjadi bagian dari tubuh manusia lain. Mereka menyimpulkan bahwa tidak mungkin membangkitkan tubuh yang sama.
Tuhan menjawab hal ini. Kita membaca: “Tetapi mungkin ada orang yang bertanya: Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?” (1 Corinthians 15:35) Untuk menjawab hal ini Paulus menggunakan gambaran seorang petani menabur benih. Saat petani menjatuhkan benih ketanah, dia tahu bahwa saat benih mati, itu bukan akhir dari usahanya. Dia tahu bahwa dari satu benih akan muncul kehidupan yang lebih besar, menghasilkan lebih banyak dari yang dia tabur. Benih yang sebenarnya tertanam dia tidak melihatnya. Tapi ada identitas jelas. Ini sama dengan kebangkitan tubuh. “Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dahulu. Dan yang engkau taburkan bukanlah tubuh tanaman yang akan tumbuh, tetapi biji yang tidak berkulit, umpamanya biji gandum atau biji lain. Tetapi Allah memberikan kepadanya suatu tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya: Ia memberikan kepada tiap-tiap biji tubuhnya sendiri.” (1 Corinthians 15:36-38).
Tuhan tidak harus menggunakan setiap bagian tubuh saat membangkitkannya dari kubur. Pemikiran seperti itu tidak diajarkan Alkitab. Sebenarnya, memang benar bahwa bagian tubuh kita menjalani perubahan secara periodic. Kita menerima tubuh baru setiap 7 tahun. Kita mungkin tidak sadar akan perubahan itu. Tubuh kita tidak sama dengan tubuh kita 7 tahun lalu. Tetap ada identitas yang dipertahankan, tapi tidak ada satu selpun yang sama dengan 7 tahun lalu. Dalam kebangkitan tubuh orang percaya akan membawa identitas mereka sendiri. Dr. Wilbur M. Smith pernah berkata: “Kenyataan bahwa setelah kematian tubuh kita tersebar, tidak menyulitkan Tuhan, dalam membuat tubuh itu kembali diubah dalam kemuliaan.” Melalui kelahiran baru kita dilahirkan kembali kedalam Kerajaan Allah, suatu Kerajaan yang tidak bisa hancur. Karena dosa tidak bisa masuk, tidak ada bahaya kehancuran. Kebangkitan menjadi peristiwa dimana tubuh kita menjadi tidak bisa hancur dan mewarisi Kerajaan Allah.4

Dari Bisa Bisa Rusak Menjadi Tidak Bisa Rusak --
Dari Kefanaan Menjadi Abadi

Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan (1 Corinthians 15:42).
Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa (1 Corinthians 15:53).
Kematian nyata dihadapan semua yang hidup. Saat kita memulai hidup kita memulai kematian. Laporan kelahiran bayi menjamin ada satu lagi kubur yang akan digali. Pengkhotbah yang berhikmat menulis: “pada waktu penjaga-penjaga rumah gemetar, dan orang-orang kuat membungkuk, dan perempuan-perempuan penggiling berhenti karena berkurang jumlahnya, dan yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur. . . karena manusia pergi ke rumahnya yang kekal dan peratap-peratap berkeliaran di jalan. . . dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya” (Ecclesiastes 12:3, 5, 7). Ini gambaran tubuh yang bisa rusak. Tujuannya adalah kematian, hancur. Tapi jika kita memiliki tubuh dalam Surga, kita harus memiliki tubuh yang tidak bisa rusak. Inilah jenis tubuh yang Kristus akan berikan pada kita saat Dia datang. Itu akan dikubur dalam kehancuran tapi dibangkitkan dalam keabadian. Kita memiliki gambaran tubuh ini saat peristiwa perubahan bentuk digunung. Musa dan Elijah muncul bersama Kristus. Musa telah mati 1500 tahun lalu. Tapi disana dia dikenali dalam tubuh kemuliaannya. Elijah diangkat kesurga tanpa mengalami kematian sekitar 900 tahun lalu, dan dia juga disana dengan tubuh kemuliaan. Kebangkitan kita akan memberikan kita tubuh yang tidak bisa hancur dimana penyakit dan kesakitan tidak bisa masuk. Tidak ada rasa sakit, kelemahan, atau demam yang bisa menjamah tubuh kebangkitan kita. “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Revelation 21:4).

Dari Hina Menjadi Mulia

Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan (1 Corinthians 15:43).
Tubuh yang dikubur didapat dari kehinaan. Rata-rata orang Kristen mengabaikan tubuh, gagal menyadari bahwa itu adalah tempat Roh Kudus berdiam. Menjaganya dengan baik. Tubuh beberapa orang Kristen telah hancur dan terpengaruh dosa sebelum dia mengenal kebenaran. Meminum minuman yang meracuni, menghisap rokok, dan hal lain yang tidak menghargai tubuh. Sebagian tidak cukup istirahat, sementara yang lain malas. Sebagian orang merawatnya secara berlebihan dan sebagian lain tidak sama sekali. Bagi penulis sebagian besar orang tidak merawat tubuh dengan baik. Tapi tubuh kebangkitan kita merupakan tubuh kemuliaan. Kita akan seperti Yesus, dalam kemuliaanNya. Harapan yang indah!

Dari Lemah Menjadi Kuat

Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan (1 Corinthians 15:43).
Kita percaya bahwa Paulus mengalami sakit dalam tubuhnya, tersiksa akan “duri dalam daging” Tubuh yang lemah membatasi, dan banyak dari kita bersaksi bahwa pekerjaan Tuhan sering terhalang karena keterbatasan tubuh. Tugas yang ingin kita lakukan menjadi melelahkan karena kelemahan tubuh. Tapi disurga kita tidak mengenal kelemahan fisik. Kelemahan dunia tidak dikenal disorga. Betapa suatu perubahan mulia! Dibangkitkan dalam kuasa! Dibumi kita merasa roh kuat tapi daging lemah. Sebagian umat pilihan Allah tidak bisa kegereja karena tubuhnya sakit, tapi disorga semua akan memiliki tubuh yang kuat. Tubuh yang baru dari Tuhan tidak bisa rusak dan kuat.

Dari Alami Menjadi Rohani

Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah (1 Corinthians 15:44).
Harus jelas bahwa istilah “tubuh rohani” tidak menunjukan bahwa tubuh kebangkitan merupakan tubuh tanpa zat. Kata “alami” Yunaninya digunakan saat mereka bicara tentang jiwa manusia. Kita sudah menyatakan bahwa manusia terdiri dari 3 bagian: tubuh, jiwa, dan roh. Secara fisik kita memiliki 5 indra. Dengan jiwa, ada emosi, kesadaran diri, mengerti kepribadian. Melalui roh, dia dimampukan mengetahui Tuhan dan memuji serta melayani Dia setelah roh manusia dibangunkan Roh Kudus. Tubuh kita dibumi merupakan tubuh alami yang kita gunakan untuk melakukan aktivitas dibumi. Secara alami mudah menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan bermain. Kehidupan rohani tidak lepas dari manusia, tapi mendapat tempat kecil dari waktu dan tenaganya dibanding kehidupan jiwa.
Saat tubuh kebangkitan disebut “tubuh rohani” itu tidak berarti itu terdiri dari zat yang tidak bisa diraba. Robert S. Candlish berkata: “kata alami dan rohani, yang diberikan pada tubuh, tidak menunjuk banyak kepada substansi pembentuk tubuh, tapi pada penggunaan dan tujuannya.” Dibumi kita disibukan melalui tubuh alami, sementara disorga dalam tubuh kebangkitan kerja kita berkenaan dengan Tuhan dan kekudusannya. Kehidupan rohani akan terus dipakai.
Bisa kita katakan bahwa tubuh memiliki 2 tuan, alami dan rohani. Paulus berkata: “jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku” (Romans 7:21). Paulus benar-benar merupakan anak Tuhan melalui kuasa transformasi Roh Kudus, tapi manusia alami masih ada dan bermusuhan dengan rohani. Dan setiap kita mengetahui halangan manusia alami. Kita dihalangi oleh prilaku alami. Tapi disorga kita dalam tubuh kebangkitan, kehidupan rohani yang mengontrol.
Disorga semuanya tidak bisa hancur, abadi, mulia, berkuasa, dan rohani. Dihadapan tahta Tuhan kita akan melayaniNya selamanya dalam baitNya. Harapan yang mulia! O hari kebangkitan

1 T. L. Cuyler
2 The use of this illustration was suggested by Dr. H.A. Ironside in “Death and Afterwards.”
3 Philippians in the Greek New Testament.
4 R. C. H. Lenski